BAB
I
PENDAHULUAN
Pemanfaatan kulit ternak /hewan
untuk kepentingan manusia itu berjalan searah dengan perkembangan
peradaban manusia. Dari keseluruhan produk sampingan hasil pemotongan ternak,
maka kulit merupakan produk yang memiliki nilai ekonomis yang paling
tinggi. Berat kulit pada sapi, kambing dan kerbau memiliki kisaran
7-10% dari berat tubuh. Secara ekonomis kulit memiliki harga berkisar
10-15% dari harga ternak.
Sejak masa prasejarah
pemanfaatan kulit telah dikenal oleh masyarakat. Hal tersebut terbukti
dari peninggalan tertulis maupun pahatan/relief pada batu yang menunjukkan
bagaimana proses pengolahan kulit dan kegunaannya pada manusia sebagai pakaian
serta rumah tenda dari bahan kulit (bangsa Indian).Di Semenanjung Asia terutama
India dan China ditemukan bukti tertulis. Di Afrika khususnya Mesir
ditemukan pakaian dari kulit yang dipakai untuk membungkus mummy.
Di Eropa, pengembaraan bangsa Moor telah membawa budayanya sampai Spanyol
sehingga teknologi pengolahan kulit berkembang sampai negara-negara Eropa
lainnya. Di Museum Berlin disimpan batu yang menggambarkan proses pengolahan
kulit harimau. Demikian pula di British Museum kini tersimpan pakaian dan
sepatu dari kulit (mummy) dari masa prasejarah. Perkembangan proses
pengolahan kulit secara sederhana dan pemanfaatannya di Asia disebarkan ke Asia
dan Afrika oleh
Marcopolo.
Potensi hasil ikutan berupa kulit di Indonesia masih sangat besar, hal ini
disebabkan masih sedikitnya industri besar yang mengelola secara
intensif. Kalaupun ada kapasitasnya belum mampu memenuhi permintaan
pasar. Sebagai contoh industri kulit hanya mampu menghasilkan 350.000.000
sqft/tahun sedangkan permintaan untuk industri alas kaki maupun untuk barang
jadi sebesar 673.000.000 sqft/tahun sehingga setiap tahunnya terjadi
kekurangan 323.000.000 sqft.
Sebelum era krisis moneter, pihak
pemerintah dengan syarat tertentu masih mengizinkan industri-industri
penyamakan kulit untuk mengimpor kulit mentah dan awetan dari luar negeri, dengan
maksud untuk memenuhi kebutuhan bahan baku kulit dalam negeri yang sepenuhnya
belum mencukupi. Namun demikian sejak dimulainya krisis moneter, pemerintah
akhirnya mengeluarkan suatu kebijakan untuk melarang impor kulit mentah maupun
kulit setengah jadi dari luar negeri dengan alasan tingginya harga dasar barang
(naik + 300-400%) dan pajak impor yang harus ditanggung oleh importir
akibat fluktuasi rupiah oleh mata uang asing. Dengan langkah kebijakan
tersebut para pengusaha dalam negeri tentunya harus menyediakan bahan mentah
untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Masalah yang timbul, apakah mutu
kulit mentah maupun kulit awetan yang dihasilkan oleh masyarakat di dalam
negeri sudah memenuhi standar yang sesuai atau paling tidak telah mendekati standar
kualitas yang telah ditetapkan . Sebuah fenomena yang patut kita ingat
bahwa pada saat industri perkulitan mengalami kejayaan pesat, ekspor kulit
samak (leather) merupakan sumber devisa negara non migas selain kayu,
tekstil dan elektronik. Berdasarkan gambaran tersebut, tentunya banyak
hal yang harus dikaji dan terpulang kepada, bagaimana perkembangan ilmu dan
teknologi khususnya ilmu dan teknologi pengolahan kulit ke depan serta kualitas
SDM peternakan yang dimiliki. Pada bagian-bagian selanjutnya akan dikaji
mengenai teknik penanganan dan pengolahan pada kulit.
1.1.
Latar Belakang
Kulit
merupakan organ tunggal tubuh paling berat, pada sapi sekitar 6-8%, dan domba
8-12%, dengan demikian kulit juga merupakan hasil ikutan ternak yang paling
tinggi nilai ekonominya yaitu sekitar 59% dari nilai keseluruhan by-product
yang dihasilkan oleh seekor ternak. Pada ternak hidup, kulit mempunyai banyak
fungsi antyara lain sebagai alat perasa, pelindung jaringan di bawahnya,
memberi bentuk, mengatur suhui tubuh, tempat sintesis vitamin D, alat gerak
pada ular, alat pernapasan pada amfibi, dan tempat menyimpan cadangan energi
terutama pada domba dan babi. Fungsi utama kulit adalah melindungi kerusakan
dan infeksi mikroba jaringan yang ada di bawahnya. Setelah ternak dipotong,
kulit akan kehilangan fungsinya, dan menjadi hasil ikutan yang akan segera
turun kualitasnya bila tidak segera disamak atau diawetkan. Secara histologi,
kulit tersusun dari tiga lapisan yaitu epidermis, dermis dan hipodermis.
Epidermis merupakan bagian kulit paling atas tersusun dari sel epitel pipih
kompleks, pada lapisan ini juga terdapat asesori epidermis seperti rambut,
kelenjar minyak, kelenjar keringat, dan otot penegak rambut. Di bawahnya
terletak lapisan dermis atau kulit jangat yang tersusun dari jaringan ikat
padat. Pada lapisan paling bawah terdapat hipodermis yang tersusun dari
jaringan ikat longgar, jaringan adiposa, dan sisa daging. Pada proses
penyamakan, kulit jangat inilah yang akan disamak dan diubah menjadi kulit
samak yang bersifat lentur, fleksibel, kuat dan tahan terhadap pengaruh cuaca
dan serangan mikroba. Lapisan epidermis tersusun dari jaringan ikat keratin
yang relatif tahan terhadap serangan bahan kimia maupun agen biologi (mikroba
dan ensim) Pada kulit terdapat dua jenis keratin yaitu keratin lunak yang
menyusun akar rambut dan lapisan epidermis bawah, dan keratin keras menyusun
batang rambut. Keratin lunak mudah larut dan mudah diserang oleh ensim (misal
alkalin protease), sedangkan keratin keras sangat tahan terhadap bahan kimia
dan ensim kecuali sulfida dan keratinase. Lapisan epidermis harus dihilangkan
sebelum disamak, biasanya menggunakan bahan kima kapur dan Na2S. Lapisan
epidermis juga dapat dihilangkan secara ensimatis menggunakan sedikit kapur dan
Na2S dan ensim alkalin protease atau keratinase. Lapisan hipodermis dibuang
dari kulit secara mekanis pada proses buang daging (fleshing).Kulit segar
tersusun dari 64% air, 33% protein, 2% lemak, 0,5% garam mineral dan 0,5%
penyusun lainnya misalnya vitamin dan pigmen. komponen penyusun kulit
terpenting adalah protein terutama protein kolagen. Protein kulit terdiri dari
protein kolagen, keratin, elastin, albumin, globulin dan musin. Protein
albumin, globulin dan musin larut dalam larutan garam dapur. Protein kolagen,
keratin dan elastin tidak larut dalam air dan pelarut organik. Protein kolagen
inilah yang akan direaksikan menjadi bahan penyamak kulit untuk menghasilkan
kulit samak. Protein kolagen sangat menetukan mutu kulit samak.Kulit samak
adalah kulit hewan yang telah diubah secara kimia guna menghasilkan bahan yang
kuat, lentur, dan ntahan terhadap pembusukan. Hampir semua kulit samak
diproduksi dari kulit sapi, domba dan kambing. Kadang-kadang kulit samak juga
dihasilkan dari kulit kuda, babi, kangguru, rusa, reptil, lumba-lumba dan singa
laut. Akhir-akhir ini kulit ikan kakap, kulit ikan pari dan ikan tuna juga
telah disamak. Kulit samak digunakan untuk menghasilkan berbagai macam barang
seperti sepatu, sendal, tas, ikat pinggang, koper,jaket, topi, jok mobil,
sarung HP, dompet dan cindera mata seperti gantungan kunci. Barang kerajinan
lain yang dihasilkan dari kulit mentah misalnya wayang kulit, hiasan dinding,
kaligrafi,beduk, genderang, kendang, dan kipas. Kulit juga dapat digunakan
untuk produksi krupuk kulit, gelatin dan lem kulit
1.2.
Tujuan
Dalam
makalah yang penulis bahas ,tujuan dari struktur dan kimiawi kulit sapi adalah
untuk menambah wawasan dan pengetahuan bagi pembaca dan penulis khususnya dalam mengetahui struktur dan kimiawi kulit
sapi pada makalah yang penulis tulis.
1.3.
Kegunaan
Kegunaan
dari kulit sapi itu sendiri pada umumnya berguna untuk tubuh kita sendiri dan
juga berguna untuk jadikan usaha seperti makanan ringan (kerupuk kulit), bedug
(alat musik) dan bahan olahan makanan lainnya.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1.
Kulit Sapi
Sapi banyak dikonsumsi masyarakat luas, kulitnya banyak
dibutuhkan dalam industri kerajinan, karena kepadatan kulitnya yang memberikan
kekuatan, ukurannya lebih lebar, tebal dan hasilnya lebih mengkilat. Bahkan
bagian dalam kulit hasil split dapat diperdagangkan secara
terpisah,misalnya untuk pakaian dalam yang tipis tetapi cukup kuat.
2.2. Struktur Kulit Sapi
Struktur kulit ialah kondisi susunan serat kulit yang kosong atau padat,
dan bukan mengenai tebal atau tipisnya lembaran kulit. Dengan kata lain,
menilai kepadatan jaringan kulit menurut kondisi asal (belum tersentuh
pengolahan). Struktur kulit dapat dibedakan menjadi lima kelompok berikut :
1. Kulit
berstruktur baik
Kulit yang
berstruktur baik memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a. Perbandingan antara berat, tebal, dan luasnya seimbang. Perbedaan tebal
antara bagian croupon, leher, dan perut hanya sedikit, dan bagian-bagian
tersebut permukaannya rata.
b. Kulit terasa padat (berisi)
2. Kulit
berstruktur buntal (Gedrongen)
Kulit yang
berstruktur buntal memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a. Kulit tampak tebal, bila dilihat dari perbandingan antara berat dengan
luas permukaan kulitnya.
b. Perbedaan antara croupun, leher, dan perut hanya sedikit.
3. Kulit
berstruktur cukup baik.
Kulit yang
berstruktur cukup baik memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a. Kulit tidak begitu tebal, bila dilihat dari perbandingan antara berat
dengan luas permukaan kulit.
b. Kulit berisi dan tebalnya merata
4. Kulit
berstruktur kurang baik
Kulit yang
berstruktur kurang baik memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Bagian
croupun dan perut agak tipis, sedangkan bagian leher cukup tebal.
b. Peralihan dari bagian kulit yang tebal ke bagian kulit yang tipis tampak
begitu menyolok.
c. Luas bagian perut agak berlebihan, sehingga bagian croupun luasnya
berkurang.
(http://ajarhistovet.blogspot.com/2009/04/bab-9-struktur-histologi-kulit.html. Diakses
pada tanggal 29 april 2012)
2.3. Kimiawi
Kulit sapi
Komposisi kimia gelatin yang diambil
dari tendon hewan terdiri dari 50,11% karbon, 6,56% hidrogen, 17,81%nitrogen,
25,26% oksigen, dan 0,26% sulfur [Winton, 1949]. Gelatin sebagian besar terdiri
dari glysin, prolin, dan sisanya adalah 4-hidroksiprolin. Struktur tipikalnya
adalah Ala-Gly-Pro-Arg-Gly-4 Hyp-Gly-Pro-. Gelatin terdiri dari banyak rantai
polipeptida atau formasi helix-prolin panjang yang masing-masingnya terdiri
dari 300-4000 asam amino. Larutan melalui transisi helix yang berliku-liku
diikuti oleh penyatuan rantai-rantai helix dengan formasi kolagen seperti formasi
helixprolin-triple/ hidroksiprolin yang memiliki banyak daerah simpangan.
Interaksi silang (cross-links) secara kimia mampu merubah sifat gel,
menggunakan transglutaminase (enzim) untuk menghubungkan lysine dan sisa
glutamin [Chaplin, 2003]. Massa jenis gelatin adalah 1,35 gr/cm. Gelatin pecah
(terdenaturasi) pada suhu di atas 80°C [Lab. Of Conjugated…, 2001]. Gelatin bersifat tidak berwarna, transparan,
mampu menyerap air 5-10 kali bobotnya, membentuk gel pada suhu 3540°C dan larut
dalam air panas, membengkak (swelling) dalam air dingin, dapat berubah secara reversible
dari sol ke gel [Imeson, 1992].
(Anggraini, F. D. 2002. Pembuatan dan Karakterisasi Lapisan
TiO Sebagai Sensor Kelembaban.
Skripsi-FMIPA. IPB. Bogor.diakses pada tanggal 29
april 2012)
BAB
III
PEMBAHASAN
3.1
Jenis – jenis Kulit
Berbagai macam
kulit hewan baik sapi, kerbau, kambing dan domba pada dasarnya dapat dibuat
menjadi kulit-kulit di bawah ini.
1. Full Grain/Full
Top Grain Leather
Dikatakan
demikian bila tidak diratakan atau tidak dihaluskan pada bagian atasnya. Jadi
ketika bagian luar kulit secara utuh masih alami dipertahankan selama proses
penyamakan dinamakan Full Grain Leather.
2. Corrected
Grain Leather
Kulit yang memiliki permukaan tambahan/buatan yang
diemboss ke dalamnya setelah dihaluskan lebih bagian luar kulit yang kurang
bagus.
3. Nappa Leather
Mulanya hanya
kulit domba yang dinamakan Nappa. Tetapi belakangan ini kata ‘Nappa’ menjadi istilah
kulit lain yang berarti ‘lembut’ seperti kulit sapi Nappa.
4. Patched Leather
Setelah kulit
disamak, dicelup dan melalui proses akhir (finishing) sesuai keinginan,
pengrajin yang terlatih kemudian memilih kulit yang cocok dalam warna dan teksturnya.
Masing-masing lembaran kulit kemudian dipotong dengan tangan ke dalam ukuran
yang berbeda-beda, lalu dijahit ke dalam corak-corak berbentuk mosaik menjadi
produk akhir yang berbeda dari lainnya.
5. Patent Leather
Ketika kulit
sapi dikerjakan dengan bahan akhir yang protektif seperti cat acrylic atau
bahan tahan air untuk memproduksi hasil akhir yang sangat mengkilap.
6. Nubuck Leather
Kulit aniline
penuh yang telah dihaluskan/diratakan untuk menciptakan bintik (naps). Nubuck
termasuk Top Grain Leather sehingga tak bisa dikategorikan sebagai Split
atau Suede. Permukaan kulit aniline Nubuck disikat untuk
menciptakan tekstur seperti beludru, sehingga seringkali dikira suede. Suede
adalah bagian dalam dari potongan kulit, sedangkan Nubuck adalah efek
yang timbul dari pengerjaan di bagian luar kulit.
7. Suede Leather
Ketika kulit
di-finish melalui penghalusan dengan roda emory untuk menciptakan suatu
permukaan yang berbintik (naps). Suede terbuat dari lapisan yang
dipisahkan dari bagian top grain suatu kulit.
8. Pull-up Leather
Kulit yang
memperlihatkan efek warna meretak bila kulit ditarik ketat. Kulit ini
menggunakan bahan celup full aniline, dan sebagai tambahan memiliki
sejenis minyak dan/atau wax aplikasi, yang menyebabkan warna menjadi
terlihat lebih muda ketika kulit ditarik.
(http://www.smallcrab.com/kesehatan/854-penyakit-pada-ternak-sapi-perah-dan-sapi-potong diakses pada tanggal 29 april 2012)
3.2.Fungsi Kulit pada Tubuh Sapi
Kulit (Integumentum Communae)
menutupi seluruh permukaan badan, terdiri atas lapisan : epidermis dan suatu
lapisan jaringan penyambung berupa dermis (korium) serta hipodermis (sub kutis)
yang terdiri atas jaringan ikat longgar menghubungkan dermis dengan jaringan
dibawahnya.
Fungsi kulit :
1.
Membungkus serta melindungi tubuh hewan terhadap pengaruh luar yang merugikan.
2. Ikut
mengatur suhu tubuh serta kadar air.
3. Membuang
garam dan hasil metabolisme yang berlebihan.
4.
Melindungi tubuh terhadap pengaruh fisik, kimia dan jasad renik kedalam tubuh.
Beberapa kelenjar kulit yang
berperan dalam berbagai fungsi sekresi kulit, antara lain : Kelenjar Palit,
Kelenjar Peluh, Kelenjar ambing dan kelenjar kulit khusus. Beberapa struktur
yang merupakan turunan dari kulit adalah : rambut, bulu, kuku, tanduk, jengger,
pial dan gelambir.
(http://penyamakan-kulit-kambing-sapi-kelinci.blogspot.com/Diakses
pada tanggal 29 april 2012)
3.3.
Struktur Kimia Kulit
Garam
krom yang biasa digunakan untuk menyamak kulit berwarna hijau, berupa tepung
yang basisitasnya 33% dengan kandungan krom tertentu. Sebagai contoh :
chromosal B, chrometan B, baychrom A,chromosal SF,dan sacro R.
untuk menaikkan basisitas garam khrom, digunakan natrium karbonat (Na2CO3). untuk menaikkan basisitas 100 g Cr2O3 setinggi 1% diperlukan soda abu sebanyak 2,14 g. bila yang dimiliki garam khrom yang valensi Cr nya 6 untuk dapat digunakan sebagai bahan penyamak harus disusutkan terlebih dahulu, dengan direaksikan dengan bahan-bahan penyusut dalam suasana asam. bahan penyusut yang digunakan biasanya gula, molase, asam yang digunakan asam sulfat.
Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
8Na2Cr2O7+2AH2SO4+C12H22O11 -------> 16Cr.OH.SO4+8Na2SO4+27H2O+12CO2
Salah satu resep pembuatan penyamak bahan penyamak khrom dari garam bikarbonat sebagai berikut :
100 bagian kalium bikarbonat dan 100 air dicampur dengan 100 bagian asam sulfat 96%. Kemudian di larutan gula dibuat 25 bagian gula dan 75 bagian air, di aduk.
Pekerjaan ini harus dilakukan dengan alat yang tidak mudah teroksidasi dan bereaksi dengan asam sulfat. Mengerjakan harus hati-hati sebab reaksinya sangat keras, reaksi di anggap selesai bila semua Cr6+ sudah Cr3+
Cara Uji : Sedikit larutan khrom ditambah air asam sulfat encer, perhidrol dan sedikit ether bila menjadi ungu, berarti masih ada Cr6+.
Untuk memeriksa basisitas dari cairan khrom :
1. Periksa jumlah Cr secara yodometri
2. Periksa asam yang terikat pada Cr secara netralisir
a = ml N tio untuk periksa Cr secara yodometri
b = ml N NaOH untuk periksa asam yang terikat pada Cr sebab a-b adalah OH yang terikat pada Cr yaitu :
6OH (=2Cr)-4 OH (= 2 SO2)= 2 OH
untuk menaikkan basisitas garam khrom, digunakan natrium karbonat (Na2CO3). untuk menaikkan basisitas 100 g Cr2O3 setinggi 1% diperlukan soda abu sebanyak 2,14 g. bila yang dimiliki garam khrom yang valensi Cr nya 6 untuk dapat digunakan sebagai bahan penyamak harus disusutkan terlebih dahulu, dengan direaksikan dengan bahan-bahan penyusut dalam suasana asam. bahan penyusut yang digunakan biasanya gula, molase, asam yang digunakan asam sulfat.
Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
8Na2Cr2O7+2AH2SO4+C12H22O11 -------> 16Cr.OH.SO4+8Na2SO4+27H2O+12CO2
Salah satu resep pembuatan penyamak bahan penyamak khrom dari garam bikarbonat sebagai berikut :
100 bagian kalium bikarbonat dan 100 air dicampur dengan 100 bagian asam sulfat 96%. Kemudian di larutan gula dibuat 25 bagian gula dan 75 bagian air, di aduk.
Pekerjaan ini harus dilakukan dengan alat yang tidak mudah teroksidasi dan bereaksi dengan asam sulfat. Mengerjakan harus hati-hati sebab reaksinya sangat keras, reaksi di anggap selesai bila semua Cr6+ sudah Cr3+
Cara Uji : Sedikit larutan khrom ditambah air asam sulfat encer, perhidrol dan sedikit ether bila menjadi ungu, berarti masih ada Cr6+.
Untuk memeriksa basisitas dari cairan khrom :
1. Periksa jumlah Cr secara yodometri
2. Periksa asam yang terikat pada Cr secara netralisir
a = ml N tio untuk periksa Cr secara yodometri
b = ml N NaOH untuk periksa asam yang terikat pada Cr sebab a-b adalah OH yang terikat pada Cr yaitu :
6OH (=2Cr)-4 OH (= 2 SO2)= 2 OH
BAB
IV
KESIMPULAN
4.1
Kesimpulan
Dari
hasil pembahasan yang penulis tulis dapat disimpulkan bahwa karaktersistik
struktur dan kimiawi dari kulit sapi berbeda dengan jenis kulit hewan lainnya
kecuali kulit kerbau. Sapi banyak dikonsumsi masyarakat luas, kulitnya banyak
dibutuhkan dalam industri kerajinan, karena kepadatan kulitnya yang memberikan
kekuatan, ukurannya lebih lebar, tebal dan hasilnya lebih mengkilat. Dengan
demikian harganya pun relatif lebih mahal. Bahkan bagian dalam kulit hasil
split dapat diperdagangkan secara terpisah, misalnya untuk pakaian dalam yang
tipis tetapi cukup kuat.
4.2.
Saran
Dari
hasil kesimpulan dan pembahasan yang penulis tulis , dapat disarankan bahwa
struktur dan kimia kulit sapi berberda dengan kulit hewan lainnya ,oleh karena
itu dalam pengolahannya perlu diperhatikan agar kulit sapi yang diolah sesuai
dengan yang diharapkan, penullis juga berharap adanya saran yang membangun
dalam pembuatan makalah ini agar dapat menambah wawasan bagi penulis khususnya
dan pembaca lainnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Anggraini, F. D. 2002. Pembuatan dan
Karakterisasi Lapisan TiO Sebagai
Sensor Kelembaban. Skripsi-FMIPA. IPB. Bogor.diakses pada tanggal 29 april
2012
http://ajarhistovet.blogspot.com/2009/04/bab-9-struktur-histologi-kulit.html. Diakses
pada tanggal 29 april 2012
http://dombafarm.wordpress.com/pasca-produksi/kulit/ diakses
pada tanggal 29 april 2012
http://penyamakan-kulit-kambing-sapi-kelinci.blogspot.com/
diakses pada tangga 29 april 2012
http://www.smallcrab.com/kesehatan/854-penyakit-pada-ternak-sapi-perah-dan-sapi-potong
diakses pada tanggal 29 april 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar