Jumat, 27 April 2012

cara membuat nata de cassava

Nata de Cassava dari Limbah Tapioka Views :8848 Times PDF Cetak E-mail
Selasa, 01 Juni 2010 13:44
Orang mungkin sudah banyak mengenal nata de coco sebagai penganan hasil fermentasi air kelapa. Tapi, belum banyak yang mengenal nata de cassava. Kudapan baru hasil olahan limbah pembuatan tepung tapioka ini kini makin banyak diminati. Peluang usahanya pun kini terbuka.

Nata_de_CassavaPernahkah Anda mencicipi nata de cassava? Jangan-jangan baru kali ini nama ini hadir di telinga Anda. Ya, dari namanya jelas bisa ditebak kalau penganan ini berbahan dasar singkong.

Bentuk dan tekstur nata de cassava mirip nata de coco.  Putih dan kenyal. Hanya saja ada perbedaannya. Selain rasa nata de cassava yang berasa singkong, penganan ini dibuat dari hasil fermentasi air perasan sisa produksi tepung tapioka dengan mikroba acetobacter xylinum. Sementara nata de coco dibuat dari fermentasi air kelapa.

Adalah Warsinah, seorang pengusaha tepung tapioka di  Pundong, Kabupaten Bantul, Yogyakarta, yang mengembangkan nata de cassava  sejak Mei 2009. Perempuan sederhana ini berhasil memproduksi nata de cassava berkat bantuan sekelompok mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) yang mengadakan praktik kuliah kerja nyata (KKN) di daerahnya, satu setengah tahun silam.

Mahasiswa KKN tersebut mengajarinya cara mengolah limbah cair produksi tepung tapioka menjadi sesuatu yang berguna. Padahal, “Tadinya limbah itu cuma saya buang karena baunya tidak sedap,” terang Warsinah.
Warsinah sendiri merupakan generasi ketiga pembuat tepung tapioka di Pundong. Ia mewarisi usaha pembuatan tepung tapioka dari sang nenek.

Kini, usaha pembuatan nata de cassava menjadi pemasukan tambahan bagi keluarganya di samping usaha pembuatan tepung tapioka.
Setiap hari, Warsinah mengaku bisa menjual nata de cassava dengan omzet Rp 150.000 per hari atau sekitar Rp 4,5 juta sebulan. Sebuah penghasilan yang sangat lumayan untuk ukuran taraf hidup di Pundong, Bantul.
Sementara dari usaha tapiokanya, Warsinah setiap hari bisa memproduksi 40 kilogram tepung tapioka. Dalam sebulan, ia bisa meraup omzet penjualan tepung tapiokanya sebesar Rp 6 juta.  Harga jual tepungnya sendiri Rp 5.000 per kg.

Cara pengolahan nata de cassava sebenarnya tak sulit. Hanya saja, pengolahannya butuh proses selama enam hari. Hari pertama, limbah cair tapioka direbus bersama dengan ampas singkong. Hari kedua, rebusan tersebut disaring lalu dituang dalam nampan. Hari ketiga, bibit nata dicampurkan ke dalamnya. Cairan fermentasi tersebut akan menjadi nata pada hari kelima atau keenam.

Karena saban hari Warsinah harus mengolah tepung, proses pembuatan nata de cassava selalu berjalan setiap hari di pabriknya. Dalam sehari, 250 liter limbah tapioka bisa diolah menjadi 150 lembar nata yang disimpan dalam nampan khusus. Harga jualnya masih miring, yaitu Rp 1.000 per nampan. "Saya jual ke seorang penadah di Bantul," kisah nenek 63 tahun ini.
Tak disangka, respons pasar sangat positif. Bahkan, tak jarang Warsinah kewalahan memenuhi pesanan sang penadah tersebut.

Saat memulai usaha nata de cassava, Warsinah mengaku mengeluarkan modal sekitar Rp 35 juta. Dana ini dipakai untuk membeli peralatan dan 30 lusin nampan. "Uangnya dari uang tabungan dan dari pinjaman bank," ujarnya.
Untuk penyajian, Warsinah menganjurkan, setelah nata dipotong-potong kecil sebaiknya direbus dua kali dengan air yang berbeda. Tujuannya agar nata benar-benar bersih dan bau bibit natanya hilang. Setelah itu, nata bisa segera direbus dengan air gula atau dicampur dengan air sirop.

Warsinah sendiri mengaku tidak takut akan kekurangan bahan baku singkong, karena daerahnya kaya akan ubi kayu ini. Harga jual singkong pun hanya Rp 700 per kilogram.

Tentu saja ada yang patut diperhitungkan dalam bisnis ini. "Kendala usaha ini adalah musim hujan," katanya. Jika tidak telaten menyelimuti bahan fermentasi, akan tumbuh jamur yang merusak produk. "Paling bagus, fermentasi disimpan dalam suhu 30º-31º Celsius,” ungkap ibu tiga anak ini. (Tabloid Kontan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar